Kamis, 26 Maret 2015

I am Busy

Akhir-akhir ini aku selalu sibuk. Maaf ya teman-teman baikku, aku jadi kadang suka nggak peduliin kalian beberapa saat. Tapi beneran deh aku lagi sibuk buat mikirin bahan pensi acara sekolah. Ya ampun... ini yang aku tunggu-tunggu.
Beberapa  hari ini aku memang sibuk, udah dari bulan lalu latihan. Kita sempetin pas waktu disekolah, disaat jam kosong, istirahat, walaupun capek, keringetan tetep latihan. Dari awal yang kita nggak bisa sekarang jadi bisa dan aku terharu liat video latihan. Awalnya sih ada yang sukanya cuma ngejek kita, tapi kita pengen buktiin kalau kita pasti bisa. Dan akhirnya kita udah mau selesai materi pensinya tinggal nunggu tanggal tampil.
Setiap aku punya kuota, aku selalu cari bahan buat pensi. Aku pikirin beberapa hari dan akhirnya dapat inspirasi, mungkin ini ya yang membuat teman-temanku jadi aku telantarin. Aku lagi fokus banget buat pensi ini. Teman-temanku do’ain kita sukses ya buat pensinya... kalau sukses yang bangga nggak cuma aku kok tapi semua. Sekian, mau cari bahan buat pensi lagi.

Yogyakarta, 26 Maret 2015

Mina.

Minggu, 22 Maret 2015

[BOOK REVIEW] Dunia Delusi; Absolute Fans!


Penulis : @Genderuwota48
Penyunting : Moh. Ridho
Proofreader : Elly Afriani
Penata letak : Gita Mariana
Desainer sampul : Gita Mariana
Ilustrator : Heni Kresnawati
Tebal : 232 hlm; 14 x 20 cm
ISBN : 602-220-114-4
Penerbit : Bukuné
Cetakan pertama : 2013
Sinopsis :
Dalam waktu yang terbilang singkat, JKT48 tumbuh menjadi idol group paling populer di Indonesia. Saat ini dans-nya mencapai ribuan dan tersebar di berbagai kota. Para wota-sebutan fans JKT48-memberikan dukungan positif di berbagai kegiatan. Nonton show di teater, meet and greet member, konser live, maupun event official fans club.
Namun, keterbatsan teater JKT48 yang hanya berada di Jakarta, membuat mereka memiliki cara-cara yang unik dan kreatif untuk mengekspresikan cintanya.
DUNIA DELUSI; ABSOLUTE FANS! Merekam dukungan positif wota melalui kisah-kisah fan fiction. Kamu juga bisa melihat koleksi foto dari fanbae kota, fan art dari profil wota pilihan, mengetahui tata cara mendapatkan tiket, sampai jenis-jenis wota dalam “wotapedia”.
Joyfull, Kawaii, and Try to the best, JKT48! ^^
***
Buku ini berisi tentang JKT48 dan fans-nya atau bisa disebut Wota. Semua yang berhubungan dengan fans JKT48 sepertinya ada disini. Mulai dari nonton teater dan mekanismenya, tips menuju fX Sudirman, fan fiction dan masih banyak lagi.
Di buku ini juga ada berbagai kreasi dan kreatifitas dari para wota. Buku Dunia Delusi ini cocok untuk para wota yang ingin mengenal lebih dekat JKT48 dan fans-nya.
Penulisan dalam buku ini juga rapi, hurufnya besar dan nyaman untuk dibaca. Gambar-gambar chibi JKT48 membuat buku ini semakin imut dan lucu. Di buku ini juga disediakan fanletter, tapi menurutku ini pemborosan kertas. Dalam beberapa cerita aku terkadang menemukan keanehan yang menurutku ini sulit terjadi di dunia nyata. Di cerita tersebut misalnya sang tokoh utama sedang terpuruk atau apalah untuk bertemu member JKT48 dan dia putus asa, tapi dengan kebetulan ia malah ditemuin sama oshi-nya di JKT48 sedangkan member JKT kan banyak.
Atau ada juga cerita yang dengan tiba-tiba member JKT48 menebak nama fans-nya dan itu benar, kebetulannya si member JKT48 itu oshi-nya si fans. Kebetulan yang menyenangkan sekali menurutku dan itu bisa terjadi di cerita fiksi. Karena aku bukan fans JKT48 , jadi ada beberapa bagian yang menurutku kurang menarik untuk dibaca orang awam.
Dihalaman akhir kita bisa melihat fan art bikinan Bayu Killa, bagus-bagus. Cover bukunya lucu, ada gambar JKT48 versi chibi, imut-imut. Cocok buat buku ini. Aku memberikan 3 bintang untuk Dunia Delusi.


Mina.

Sabtu, 21 Maret 2015

[CERPEN] He's in Love

image favim.com edited by me


Semua berawal sejak musim semi tahun lalu. Aku harus pindah tempat ke Washington karena perceraian ayah dan ibu. Ibuku yang akan menikah lagi dan aku menetap disini hanya bersama ayah. Sore itu aku pergi ke tempat penyewaan kaset yang baru aku kunjungi tiga hari setelah kepindahanku dikota ini. Aku mencari kaset yang aku inginkan, di toko itu sangat banyak sekali kaset dan aku berharap aku bisa menemukannya.
Jariku menyusuri beberapa kaset dan berhenti di kaset yang aku inginkan. Aku melihatnya. Tapi dengan gerakan cepat seseorang mengambilnya. Aku melihat wajah pria itu. Pria yang mengambil kaset yang ingin aku pinjam. Tubuhnya tinggi, ia mengenakan kaos abu-abu dengan mambawa tas gitar yang ada di pundaknya. Dia hanya tersenyum singkat lalu berjalan melewatiku dengan membenarkan tas gitarnya yang sedikit merosot. Aku baru tersadar ketika aku mencari kaset itu lagi dan sepertinya kaset yang dibawa pria itu adalah stock terakhir atau malah satu-satunya disini.
Aku segera berjalan menuju tempat peminjaman untuk menanyakan kaset yang aku inginkan. “Apa masih ada kaset Whitney disini? Aku ingin meminjamnya.” kataku sambil membenarkan posisi rambutku yang sedikit menutupi wajah. Disampingku, pria tadi masih berada disana, ia melihatku. Ia sepertinya sedang mendata kaset yang ia pinjam.
“Maaf, kami hanya memiliki 5 buah dan hari ini sudah tidak ada lagi. Mungkin beberapa hari kedepan sudah ada yang menembalikan.” jawab penjaga itu setelah megecek data yang ia punya. Mau bagaimana lagi, aku terpaksa harus meminjam yang lainnya, aku sudah meluangkan waktuku sore ini untuk mencari kaset itu dan aku tidak ingin waktuku terbuang sia-sia tanpa membawa pulang kaset apapun. Aku akhirnya mencari kaset yang lainnya, walaupun sebenarnya sedih sekali.
Setelah mendata apa yang aku pinjam aku berjalan ke luar. Membuka pintu kaca itu lalu menuruni beberapa tangga. “Permisi.” aku dengar ada seseorang yang sepertinya memanggilku. Aku menoleh ke arah kiri dan mendapati pria tadi yang sepertinya belum pergi dari sana sejak tadi. Ia menghampiriku.
“Aku menunggumu,” katanya, aku mengernyitkan dahiku bingung. Ia menyodorkan kaset yang tadi aku inginkan “Ini, aku akan meminjamkannya padamu.” lanjutnya. Aku mantapnya “Tidak, kau saja. Aku bisa meminjamkannya lain kali.” aku menolaknya meskipun sebenarnya aku sangat ingin sekali.
“Tidak. Aku tadi melihatmu menginginkan kaset ini.” katanya. Ia sepertinya merasa bersalah. Aku merasakan ia memegang tanganku dan memberikan kaset itu. “Kau bisa mengembalikannya seminggu lagi. Aku selalu pergi kesini setiap sabtu sore.” lanjutnya cepat, ia kemudian berbalik dan melangkah pergi. Aku bahkan belum sempat berterima kasih padanya, ia sepertinya terburu-buru.
***
Aku menyukai musik dan ayahku adalah seorang anggota pemain orkestra. Ayah selalu sibuk dengan orkestranya, mungkin itu yang membuat ibu bercerai dengan ayah. Ayah memasukkanku kesekolah musik yang ada di kota ini. Sekolah musik itu masih satu sekolah dengan sekolahku yang baru. Di kelas musik itu dibagi beberapa kelompok yang setiap kelompoknya hanya beranggotakan 10 orang dan aku berada di kelompok enam.
Hari rabu siang untuk pertama kalinya aku mengikuti kelas musik, tak lupa aku membawa gitar pemberian ayah. Benar. Disana hanya ada sembilan siswa dan sepuluh denganku. Yang mengajari kami musik adalah Miss Jenny, katanya dia juga teman ayah.
Miss Jenny menyuruhku untuk memperkenalkan diri. Aku mengedarkan pandanganku dan disudut sebelah kanan, disana aku melihat pria yang sepertinya meminjamkanku kaset waktu itu berhenti memainkan gitarnya dan melihat ke arahku. Setelah melihat wajahnya, benar dia  pria itu. Selesai memperkenalkan diri. Aku lalu duduk di kursi kosong yang ada ruangan itu dan segera menyiapkan gitar yang aku bawa. Siswa disini menyambutku ramah dan aku menyukainya.
Diakhir pelajaran aku berjalan keluar, waktu sudah mulai sore. Aku berjalan menghampiri pria itu, aku ingin berterima kasih padanya sekaligus mengembalikan kaset yang ia pinjamkan. “Permisi.” kataku dan ia menoleh ke arahku. “Ellie. Ada apa?” ia menyebut namaku.
“Aku ingin mengembalikan ini.” aku menyodorkan kaset itu. “Kau sudah selesai? Kalau belum kau pakai dulu saja.” dia menatapku. “ Sudah. Ini aku kembalikan. Terima kasih.” Dan sore itu kami pulang bersama. Ternyata jalan rumah kami searah dan dia menemaniku pulang.
***
Lebih dari satu tahun aku berada di Washington, selama itu pula aku mengenal Liam. Pria yang meminjamkanku keset waktu itu. Setelah kejadian itu, aku semakin dekat dengannya. Kami selalu pergi ke kelas musik bersama. Terkadang saat bersamanya aku sulit untuk mengendalikan diriku sendiri yang sangat gugup.
Aku menyukainya. Liam. Pria yang selalu mengajariku bermain gitar. Aku selalu merasa sangat gugup dan seperti tidak bisa bernafas ketika ia memegang tanganku dan mulai mengajari kunci-kunci gitar yang belum aku kuasai. “Jari-jarimu masih terlalu lembut untuk selalu bermain gitar.” katanya waktu pertama kali ia memegang tanganku saat mengajari kunci baru. Aku melihat matanya yang indah. Aku gugup dan selalu salah memainkan gitarku ketika itu.
Di pertengahan musim panas saat itu sedang libur kelas musik. Entah kenapa ia mengajakku pergi ke studio musik sekolah yang sering kami gunakan saat pelajaran musik. Ia menungguku di depan rumah. Liam memamerkan kunci studio yang ada ditangannya sambil tersenyum kearahku. Aku sedikit berlari menghampirinya.
Kami pergi ke studio menggunakan bus di cuaca yang sangat panas. Di dalam bus, Liam menceritakan hal-hal lucu yang ia temui beberapa hari terakhir dan tanpa sadar aku tertawa sehingga mengganggu penumpang yang lainnya. Aku sedikit meminta maaf lalu kami (aku dan Liam) saling berpandangan menertawakan apa yang baru saja kami lakukan. Entah kenapa aku selalu merasa hanya ada kami berdua ketika bersama Liam. Seolah aku tak melihat siapapun kecuali Liam berada di hadapanku.
Suasana di sekolah saat libur tidak terlalu sepi. Liam terlihat begitu semangat sekali mengajakku ke studio. Setelah pintu terbuka, Liam segera masuk dan duduk di tempat favoritnya lalu mengambil gitar yang sudah ada di sana. Ia menyuruhku duduk di hadapannya. Ia bilang akan menyanyikan lagu yang baru pertama kali ia buat. Aku gugup sekali mendengar setiap lirik yang terlontar dari bibir Liam, aku memandanginya. Ia terlihat lebih tampan saat bermain gitar seperti itu. Liam juga memiliki suara yang bagus.
Aku bertepuk tangan ketika ia selesai menyelesaikan lagunya. “Bagaimana?” tanyanya meminta pendapatku. “Bagus. Bagus sekali.” lagu itu memang bagus dan aku tidak berbohong.
“Ellie. Aku akan menyanyikan lagu itu untuk seseorang... dan aku sangat yakin dia akan menyukai laguku karena kau baru saja bilang laguku bagus. Kau mengenal Emma? Aku akan menyanyikan lagu ini untuknya.” Aku terdiam. Hatiku sakit saat aku mendengar ia akan menyanyikan lagu itu untuk orang lain. Aku menjadi murung, melihat Liam yang mencoba mengulangi lagunya lagi. Ia melihatku dan aku hanya tersenyum. Pantas saja ia tadi bersemangat sekali mengajakku kesini.
Liam lalu menceritakan tentang Emma. Ia bilang, ia sedang jatuh cinta. Ia begitu jatuh cinta dengan Emma dan aku berani bertaruh bahwa Emma itu gadis yang cantik. Hatiku sangat sakit ketika ia bilang ia sangat mencintai Emma. Perasaanku hancur saat itu juga. Aku ingin menangis tapi aku menahannya.
Di perjalanan pulang kami hanya diam, entah kenapa rasanya menjadi canggung. Lalu aku bertanya kepadanya. “Liam. Kau tahu apa yang aku pikirkan di malam hari?” aku menatap matanya. Ia terlihat berpikir “Mungkin orang yang kau sukai?” tebaknya. ‘ya, dan orang itu adalah kau’ tambahku dalam hati.
***
Beberapa hari kemudian aku pulang melewati koridor sekolah. Dan saat itu juga aku melihat di depan sana Liam sedang berciuman dengan seorang gadis yang aku percayai bahwa itu Emma. Aku seperti ingin menangis melihatnya. Aku segera pulang dan kali ini aku pulang sendiri tanpa bersama Liam seperti biasanya.
Dirumah ayah belum pulang. Aku menuju kamarku, duduk di ranjang dan melihat fotoku bersama Liam yang diambil saat pertengahan musim gugur, air mataku menetes. Aku segera menutup foto itu dan segera tidur.
Sudah beberapa jam aku mencoba tidur. Ayah bahkan sudah pulang satu jam yang lalu. Aku tidak bisa tidur. Aku memikirkan Liam yang membuatku patah hati. Aku ingat kejadian saat pulang sekolah tadi dan aku meneteskan air mataku.
Aku membuka jendela di tengah malam seperti ini, angin malam menerpa wajahku. Dan tanpa aku sadari aku meneteskan air mataku lagi saat memikirkan Liam. Aku bahkan tidak tahu saat ini aku menangis karena Liam atau karena angin malam yang semakin kencang menerpaku.
Liam. Dia satu-satunya yang bisa menghancurkan hatiku. Aku manatap bintang. Aku berharap bahwa Liam baik-baik saja, aku berharap semoga gadis itu selalu menggenggam Liam dengan erat dan memberinya cinta. Aku mencoba tidur lagi dan sepertinya kali ini tetap sama.
***
Aku bersiap tampil untuk pertunjukkan sekolah memperlihatkan kemampuanku. Aku mengenakan dress berwarna biru selutut yang juga memperlihatkan bahuku dengan rambut yang aku kucir kuda. Tidak lupa aku membawa gitarku. Saat giliranku tiba, aku berjalan diatas panggung dan duduk di kursi yang telah disediakan.
Aku mulai memainkan gitarku dan bernyanyi. Aku melihat Liam diantara banyak siswa yang menikmati nyanyianku. Aku tersenyum mencoba menyembunyikan yang sebenarnya pada Liam yang tengah menontonku sambil merangkul bahu Emma di sisinya. Entah mengapa aku merasa lagu yang aku nyanyikan begitu pas dengan diriku. Karena, dia yang telah membuat tetesan air mata pada gitarku saat aku berharap pada bintang pengharapan.

‘He’s the reason for the teardrops on my guitar
The only thing that keeps me wishing on a wishing star’


Cerita ini terinspirasi dari lagu Taylor Swift - Teardrops On My Guitar

Jumat, 20 Maret 2015

[BOOK REVIEW] The Rising Star



Penulis : Angelique Puspadewi
Editor : Husfani Putri
Ilustrator : HevnGrafix.com
Tebal : 232 hlm; 20 cm
ISBN : 978-602-03-1385-6
Terbit : 2015
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

“... naiklah ke atas bersama gue. Jadi rising star kebanggan RR,” hlm. 178
Sinopsis :
Sebagai artis junior, Alexa diminta terlibat dalam rekayasa untuk menaikkan pamor Juna, artis menyebalkan dan sok ganteng yang sama-sama bernaung di RR Production. Tidak tanggung-tanggung, mereka akan menciptakan skandal. Rumornya alexa ketahuan hamil dengan Juna padahal dia sudah bertunangan dengan Bara, caleg yang juga butuh pemberitaan sensasional agar semakin dikenal masyarakat. Jika ia berhasil bukan hanya pemor Juna dan Bara yang akan melambung, tapi nama Alexa juga akan bersinar. Mereka bertiga akan menjadi The Rising Star.
Skenario yang dijalankan nyaris sempurna, hingga sandungan kecil mengacaukan semuanya. Setelah hangout sampai teler berat di pub dan terbangun dikamar hotel, Alexa mengalami gejala yang dialami oleh perempuan yang sungguhan hamil! Sialnya, Alexa tidak tahu dengan siapa ia tidur malam itu.
Adegan demi adegan mereka jalani ternyata malah membuat Juna dan Bara menyukai Alexa. Mereka sama-sama memberi perhatian pada Alexa dan berusaha merebutkan cinta gadis itu. Namun, ternyata diam-diam sebenarnya hati Alexa sudah ditambatkan pada pria yang terlarang untuk ia cintai....
***
Semua berawal ketika sang Papa sakit dan menjadi tidak produktif lagi, keinginan Alexa menjadi dokter hilang sudah. Ia harus bekerja mencari nafkah dan takdir menggiringnya untuk menjadi artis junior di RR Production.
Hidup terus berjalan dan Alexa ternyata dilibatkan di skenario rekayasa untuk menaikkan pamor Juna dan Bara. Di skenario itu rumornya Alexa hamil dengan Juna sedangkan dia berada di posisi sebagai tunangan caleg muda dan tampan bernama Bara.
Skenario diawali dengan perang di twitter Juna dan Alexa, rumor hamil pun menyebar luas. Berita simpang siur yang tidak mengenakkan mulai bermunculan. Namun seiring skenario rekayasa itu berjalan, ternyata Juna dan Bara malah saling memberikan perhatian sungguhan terhadap Alexa. Sikap Bara terhadap Alexa sering membuat Juna tidak suka.
Selama ini ternyata Alexa mencintai orang yang seharusnya tidak bisa ia cintai. Alexa dan saudara laki-lakinya yang bernama Arya, saling mencintai tetapi hubungan mereka tidak bisa diteruskan. Arya akhirnya menikah dengan atasannya yang sangat membantu keluarga mereka.
***
Novel ini adalah novel ke duanya Kak Angelique Puspadewi. Membaca novel ini kita bisa mengetahui apa yang kebanyakan artis lakukan saat mereka menjalankan rumor settingan. Sekarang ini banyak sekali gosip-gosip mengenai artis yang katanya settingan, begitupun juga dengan novel ini. Penulisan pada novel ini juga cukup rapi, namun terkadang ada beberapa kata yang sepertinya terlupakan dalam pengeditan dan itu aku temukan berkali-kali dalam novel ini.
Dibagian awal cerita kebanyakan menceritakan kehidupan keluarga Alexa lalu dan menurutku penggambaran sosok Juna kurang luas di bagian awal. Jadi, ketika membaca bagian agak akhir menjadi begitu tiba-tiba sekali saat mengetahui ternyata Juna menyukai Alexa. Sebenarnya konflik yang disuguhkan tidak serumit sinopsis di belakang novel. Entah kenapa penggambaran sikap Bara terhadap Alexa malah lebih terlihat ketimbang sikap Juna. Dan tenatang perasaan suka Juna terhadap Olivia sepertinya begitu singkat. Kurang greged. Setelah membaca keseluruhan cerita, ternyata sampai ending aku pikir mereka (Juna dan Alexa) menjadi rising star seperti yang ada di judul, tapi ternyata tidak diceritakan sampai kesitu. Cover berwarna pink dan putih menurut aku cocok ditambah dengan gambar bintang di atas kota. Aku memberikan 3 bintang untuk novel ini.

“Aku tidak tahu kapan tepatnya perasaan ini tumbuh. Tapi kurasakan cukup kuat. Menurutmu...haruskah aku bertetus terang? Apakah tidak terlalu cepat?” hlm. 170

Mina