Senin, 30 Juni 2014

[CERPEN] Tears On Love

If you love somebody, let them go, for if they return, they were always yours. And if they don’t, they never were – Kahlil Gibran

Setiap malam aku berada disini, melihat bintang dilangit. Seakan mereka yang menemaniku setiap malam, mejadi teman terindahku setiap malam. Aku selalu berharap, aku dapat memiliki hal terindah dalam hidupku sebanyak bintang yang selalu ku lihat di setiap malam, tapi aku selalu ingat bahwa bintang akan terlihat indah ketika langit gelap. Seperti apa yang pernah dia ucapkan.
Entah sejak kapan perasaan ini tumbuh. Tumbuh menjadi lebih indah tapi menyakitkan. Aku mengingat saat pertama kali aku bertemu dengannya. Saat masa orientasi siswa di SMA dulu, aku yang sakit dan dia yang mengobatiku.
Hiruk pikuk di sekitarku mulai terdengar jelas, rasa sakit di kepalaku masih sedikit terasa. Seingatku tadi, aku masih mengikuti upacara hingga semuanya menjadi gelap. Aku merasakan ada seseorang yang sedang mencoba membuka dasiku. Saatku mulai membuka mata aku terkejut. “Aaa~ apa yang kau lakukan?!” ucapku panik sambil menyentakkan tangannya yang mencoba membuka dasiku. “Kau ini siapa?! Jangan macam – macam!” sambil menyilangkan tanganku di depan dada aku sedikit berteriak. “Maaf, saya anggota PMR disini.” Mataku menyipit, memang yang kulihat dia berpakaian rapi, cool dan dia sangat ramah. Ternyata dia yang menolongku saat pingsan tadi.
Setelah aku diterima di sekolah itu, aku mulai masuk seperti biasa. Dia Kak Reno, benar tenyata dia seniorku disini. Anggota PMR kelas XII. Dia selalu tertawa kecil saat berpapasan di denganku, dia juga pernah bilang saat aku berpapasan dengannya “Waktu itu kamu pura – pura atau pingsan beneran sih? Masa orang pingsan bisa langsung teriak – teriak?” kata – kata itu masih selalu tersimpan di ingatanku dan sedikit membuatku malu.
Angin malam semakin kencang, menerbangkan helaian rambutku yang mulai panjang. Berterbangan kesana kemari seperti ingin bebas. Ku tundukkan kepalaku melihat gemerlap lampu kendaraan di bawah sana, penuh dengan warna warni. Kulangkahkan kakiku memasuki kamar lalu kurebahkan diriku di tempat tidur, memejamkan mata. Bila aku diijinkan, aku ingin memelukmu, aku ingin memilikimu walau sekali saja.

***

He who tries to forget woman, never loved her
–  Anonim

Jariku menyusuri setiap buku yang tertata rapi di toko ini, mencari buku yang menjadi wishlistku minggu ini hingga ada seseorang yang sedikit menabrakku dari samping. “Sorry. Aku tadi liat buku yang di atas, jadi nggak liat kalo ada orang di samping.” Sambil menunduk dia meminta maaf. Tapi tunggu sepertinya aku pernah melihat orang ini. Setelah kuperhatikan wajahnya sesaat,  ya, dia Kak Reno, seniorku sewaktu SMA dulu, lebih tepatnya dia yang menolongku sewaktu pingsan dulu.

     “Kak Reno?” ucapku dengan sedikit keraguan tapi senyum dibibirku sedikit merekah.
     “Kamu kenal aku?” ucapnya dengan dahi yang sedikit berkerut.
     “Aku Maura, yang dulu kamu tolong waktu SMA, masih inget?” kujulurkan tanganku mengajaknya bersalaman.
     “Maura? Yang aku tolong banyak, soanya dulu pernah jadi PMR di sekolah.” Sambil menyipitkan matanya dia membalas jabatan tanganku. Sepertinya dia lupa.
     “Maura yang waktu upacara terus pingsan itu.”
     “Oh...yang langsung teriak waktu sadar itu. Hahaha inget...inget....” aku sedikit menggembungan pipiku, kenapa yang harus dia ingat waktu itu? Tapi dia masih tetap ramah, wajahnya yang tampan akan semakin tampan lagi ketika tertawa seperti itu.
     “Kak Reno disini mau cari apa?” tanyaku mengalihkan topik pembicaraan.
     “Adikku besok ulang tahun dan aku tau dia seorang book lovers. Jadi aku mau cari buku buat dia. Kamu punya rekomendasi?” kuambil buku yang menjadi wishlistku minggu ini yang tadi aku ambil dari rak sebelah.
     “Ini Kak, kakak kasih hadiah ini aja, pasti seneng deh.”

Percakapanku dengan Kak Reno sebulan yang lalu yang masih selalu berputar seperti film di bioskop. Setelah dia lulus SMA, aku tak pernah bertemu lagi dengannya. Hingga sebulan yang lalu aku bertemu dengannya di toko buku yang sering aku datangi.Kak Reno ternyata satu universitas denganku, tapi aku jarang bertemu dengannya karena kami beda fakultas. Dia ingin menjadi dokter sedangkan aku penulis.

***

A mighty pain to love it is, and it’s a pain that pain to miss ; but of all pains, the greatest pain. It is to love, but love in vain – Abraham Cowley

Aku berlari menaiki tangga. Berlari menuju ke atap salah satu gedung di universitas ini. Kak Reno pernah bilang padaku bahwa dia sering melihat bintang di malam hari di tempat ini, katanya dia ingin memiliki hal – hal indah sebanyak bintang yang selalu dia lihat saat malam.

***

Nafasku masih tersenggal karena berlari, angin malam yang dingin menerpa tubuhku mengalahkan rasa panas berkeringat yang kurasa. Kulihat disana Kak Reno dengan seorang wanita duduk berdampingan. Perlahan aku berjalan menghampiri mereka. “Kak Reno.” Mereka menoleh kebelakang. Wanita itu Kak Anita... salah satu pegawai di toko buku yang biasanya aku datangi. Aku terdiam bagai patung, kucoba menyembunyikan kado dan surat cinta valentine yang kubungkus rapi untuk Kak Reno dibalik punggungku.

     “Maura mau liat bintang juga?” kata Kak Anita lirih tapi masih terdengar olehku. Sedangkan Kak Reno hanya diam lalu mengalihkan pandangannya, sepertinya dia marah karena aku telah mengacaukan malam valentine ini.
     “Maaf.” Sambil menundukkan kepala aku berjalan pelan mundur lalu berbalik dan berlari mulai menuruni tangga, tetes demi tetes air mataku meluncur dengan indahnya membasahi pipiku. Apakah ini cinta? Cinta yang sia – sia dan menyedihkan. Kak Anita memang cantik, wajahnya bak seorang bidadari, dia bekerja di toko itu hanya untuk mengisi waktu luangnya. Saat perjalanan pulang aku teringat percakapanku dengan Kak Anita beberapa waktu lalu.
     “Kak bisa bikin surat cinta?”
     “Surat cinta? Buat valentine nih?”
     “I-iya” kataku sedikit malu – malu.
     “Buat siapa? Cowok kamu? Atau gebetan kamu?”
Sebenarnya aku ingin membuat surat cinta untuk Kak Reno. Aku ingin mengungkapkan perasaaanku selama ini padanya, tapi setiap kali aku mencoba untuk membuat surat itu aku merasa gugup hanya karena membayangkan wajah Kak Reno. Sepertinya aku ini penulis yang payah!
     “Ahh~ aku nggak punya cowok kak!”
     “Berarti buat gebetan nih?” aku mengangguk malu – malu.
     “Kakak pernah dapat surat cinta?”
     “Pernah.”
     “Seriusan? Terus gimana? Jadian?” tanyaku mulai penasaran.
     “Iya, abis surat cintanya romantis banget sih” kata Kak Anita senyum – senyum.
     “Siapa orangnya? Cakep?”
     “Dia sering kesini kok, cakep lah... dia calon dokter! Keren kan?”
     “Kakak hebat bener bisa dapatin cowok calon dokter! Keren – keren!”

Aku baru sadar saat ini bahwa orang yang dimaksud Kak Anita adalah Kak Reno. Memang aku sering bertemu dengannya di toko buku itu setelah pertama kali kami bertemu disana.
Aku pulang dengan keadaan kacau yang langsung pergi ke kamarku. Seperti biasa, aku berdiri di balkon rumahku lalu menatap bulan.  Berharap bulan dapat menyampaikan rasa rinduku padanya yang sekarang terlah bersama orang lain.

***

“We are like dominoes. I fall for you, you fall for another. Aku ingin di setiap tulisanku tentangmu, tetesan air mataku, menjadi bukti cintaku padamu.” Kututup buku harianku lalu mulai memutar lagu yang menggambarkan perasaanku hari ini.

Mungkin ini memang jalan takdirku
Mengagumi tanpa dicintai
Tak mengapa bagiku
Asal kau pun bahagia dalam hidupmu, dalam hidupmu

Telah lama kupendam perasaan itu
Menunggu hatimu menyambut diriku
Tak mengapa bagiku
Mencintaimu pun adalah bahagia untukku, bahagia untukku

Kuingin kau tau diriku disini menanti dirimu
Meski kutunggu hingga ujung waktuku
Dan berharap rasa ini kan abadi untuk selamanya
Dan ijinkan aku memeluk dirimu kali ini saja
Tuk ucapakan slamat tinggal untuk slamanya

Dan biarkan rasa ini bahagia untuk sekejap saja *Ungu – Cinta Dalam Hati

Cerpen ini di ikut sertakan dalam kuis #PeopleLikeUsGA di @NovelAddict_

Senin, 23 Juni 2014

[BOOK REVIEW] Jodoh Akan Bertemu


Judul : Jodoh Akan Bertemu
Penulis : Dwitasari & Lana Azim
ISBN : 978-602-7689-58-9
Penerbit : Loveable
Cetakan pertama : 2013
Halaman : 286 (13 x 19)

"Hati berbentuk batu, akan langsung hancur bila dipalu. Susah untuk mengembalikan ke bentuk semula. Butuh waktu yang sangat lama. Hati berbentuk kaleng, akan berbekas bila dipalu. Dan butuh usaha dari dalam untuk mengembalikan bentuknya. Dan hati berbentuk karet, sekeras apapun dipalu, dia akan cepat kembali ke bentuk semula." (hal. 14)

Nia, istri siriku, fotomodel terkenal di Jepang. Engkau itu cantik, galak, aku cinta mati sama kamu. Ayumi, sahabat wanita Jepangku yang paling baik. Walaupun dia rela mengikhlaskan seluruh hati, pikiran, dan tubuhnya pada diriku, tapi aku yakin bahwa dia bukanlah tulang rusukku yang hilang itu. Dan Nurma, wanita berjilbab, hafal Qur’an, seorang dokter di kampung, adalah jodoh dari ayahku,

Sekarang aku bingung, Nia. Harus bagaimana? Perlahan napasku mulai tinggi. Gema takbir pada malam penuh kemenangan ini samar – samar mulai tak terdengar lagi. “Nia, bismillah. Dengan ini aku nyatakan, kamu aku cerai, talak satu. Maafkan aku. Maaf,” ucapku sekuat tenaga. Napasku masih tersenggal berat mengucapkannya. 

Nia diam. Suaranya tak terdengar lagi. Kecuali air mata yang menderai membasahi tubuhku yang kurasa. Dia masih memelukku erat , menggoncang – goncang tubuhku. Kupejamkan mataku dan tidur lemas di pelukkannya. Dia mencengkeram kuat tubuhku.

Saya suka dengan perpaduan karakter antara Chabib dan Nia. Chabib seorang anak SMA yang polos, taat beragama dan sangat patuh pada orang tua, sedangkan Nia, seorang wanita modern, cerdas yang telah terkontaminasi dengan negara Jepang.
Konfliknya pun cukup menarik saat Chabib mencoba untuk tetap mempertahankan cintanya untuk Nia.  Saat Chabib bertemu Ayumi di Jepang, saya pikir Chabib akan melabuhkan hatinya pada Ayumi, tapi ternyata tidak.

"Setiap getar hati yang terpatri, setiap suara cinta yang terdengar dari relung kalbu, setiap jalinan cinta yang pernah atau masih terasa, dan demi Tuhan yang menciptakan kasih sayang. Aku merasakannya. Dia mengaduh dalam dimensi lain, dalam waktu yang asing." (hal. 268)

Saya sangat penasaran saat setelah Chabib kembali ke Indonesia dan di jodohkan oleh ayahnya dengan Nurma, wanita berjilbab, hafal Qur’an dan seorang dokter dikampungnya. Saya sempat menebak kalau Chabib akan melabuhkan hatinya pada Nurma. Tapi saat Chabib dihadapkan dengan dua cinta inilah yang membuat saya semakin penasaran dengan ending yang tak terduga. Buku dengan cover coklat ini cukup menarik dengan tambahan lagu - lagu dari SO7 yang membuat terasa begitu feel dengan jalan cerita dan konflik.

“Aku mengalir mengikuti arus kehidupanku. Berbagai perasaan silih berganti, datang dan pergi. Bermacam kejadian aku alami.” (hal. 273)

Membaca buku ini, seperti mengaduk – aduk emosi, karena banyak kesabaran, cita – cita, harapan dan pengorbanan si tokoh yang membuat cerita ini mengaru biru. Kita dapat menggambil beberapa nilai agama dari buku ini. Bahasa dalam buku ini pun cukup mudah untuk dipahami. Saya memberi 4 of 5 stars untuk cerita ini.

“Then I’m sick in this part deep in this heart lonely
Meskipun melibatkan ragu saat menjemput rasa, tapi percayalah, ragu yang terjawab itu namanya cinta
Karena terkadang setiap mimpi indah yang kita bayangkan, akan menjelma menjadi kenyataan yang menampar hati kita sendiri” (hal. 257)