Diikutkan Dalam Lomba Cerpen ‘Endless Love’
Ketika aku bangun, apartemenku dalam keadaan gelap, aku
menghidupkan lampu tidur yang ada di sebelah ranjang. Waktu ternyata
menunjukkan pukul 22.00 malam, aku tertidur sejak jam 5 sore tadi setelah
menata barang di apartemen baru. Aku akhirnya membuat mie instan karena aku
kelaparan, aku merasa bahwa saat ini aku tidak bisa tidur. Mungkin karena aku
sudah tidur beberapa jam tadi.
Aku membuka pintu menuju balkon apartemen, angin malam
sangat dingin sekali. Aku kembali masuk untuk mengambil jaket lalu kembali ke
balkon. Pemandangan dari balkon apartemenku sangat biasa, hanya ada gedung
apartemen yang bersebelahan dengan gedung yang aku tempati yang jaraknya tidak
terlalu jauh.
Malam sudah semakin larut tapi aku juga masih belum bisa
tidur, aku putuskan untuk membaca novel yang belum sempat aku selesaikan. Hanya
aku baca beberapa lembar dan aku malah malas untuk meneruskannya. Alhasil, aku
hanya duduk berdiam diri di balkon. Membosankan. Tak sengaja aku menemukan
sebuah kaleng yang tergeletak di lantai balkon. Aku mengambilnya berniat untuk
membuang kaleng itu. Namun saat aku berjongkok memegang kaleng, aku merasakan
tarikan yang membuatku berjengit. Ternyata keleng yang aku pegang terhubung
dengan benang merah, seperti alat komunikasi jaman dulu. Aku merasakan kaleng
itu tertarik lagi.
Entah inisiatif dari mana, aku malah menempelkan kaleng itu
di telingaku, awalanya memang tidak ada suara apapun. Tapi beberapa detik
kemudian aku mendengarkan sebuah suara seorang laki-laki.
“Aku merindukanmu” untuk beberapa saat hanya itu yang aku
dengar, tapi tidak lama kemudian suara itu terdengar lagi.
“Kau ada disitu kan? Aku tadi tidak sengaja melihatmu dari
jendela.” Aku bingung. Apa laki-laki ini mengenalku? Sebenarnya untuk apa
kaleng ini ada disini? Untuk berkomunikasi?
Aku masih belum melepaskan kaleng itu dari telingaku ketika
suara itu terdengar lagi. “Aku tahu kau tidak akan menjawabku...selamat malam,
selamat tidur.” Lalu tidak terdengar suara lagi. Aku masih memegang kaleng itu
dan berdiri perlahan melihat balkon gedung apartemen sebelah dan hanya melihat
pintu yang baru saja tertutup. Aku tidak jadi membuang kaleng itu dan masuk ke
kamar mencoba tidur.
***
Pagi-pagi sekali aku tiba-tiba ingin membersihkan
apartemenku, aku sangat suka sekali dengan kebersihan. Aku membersihkan kaca
jendela bagian dalam, saat itu juga aku melihat seorang laki-laki yang muncul
dari pintu balkon apartemen gedung sebelah yang berhadapan lurus dengan
apartemenku.
Laki-laki itu menggunkan kaos putih dengan rambut yang
masih berantakan, namun menurutku dia tampan. Ia kemudian mengambil sesuatu
yang sepertinya kaleng lalu mendekatkannya di bibirnya. Aku menjadi teringat,
apakah dia laki-laki yang tadi malam bicara itu? Pria itu kemudian berolahraga
sebentar dan kembali masuk ke apartemennya. Aku melanjutkan kegiatan
membersihkan kaca jendela yang sempat terhenti.
Saat malam tiba aku duduk di lantai balkon, sebenarnya aku
juga tidak tahu apa yang aku lakukan, tapi hampir sejak beberapa minggu aku
selalu mendengarkan apa yang laki-laki benang merah (aku menjuluki laki-laki
gedung sebelah) itu katakan setiap malam.
Dia bilang, dia merindukan kekasihnya setiap hari. Entah
kenapa mendengar suaranya setiap malam dan melihat wajahnya setiap pagi membuatku
menyukainya. Saat ini sudah semakin malam dan juga udara semakin dingin,
mungkin sebentar lagi akan turun salju karena memang sudah memasuki musim
salju. Aku berjalan sambil merapatkan mantelku untuk menghalang dinginnya
malam.
Karena terlalu lama berada di balkon tadi malam, membuatku
harus merasakan pusing yang teramat di kepalaku. Sepertinya aku akan terkena
flu, ini menyebalkan sekali. Aku mengambil mantel dan keluar untuk mencari
obat.
Setelah sampai di depan apartemen ternyata turun salju, aku
segera memakai sarung tangan dan topi rajutku. Aku membeli obat di apotik dan
cepat-cepat kembali ke apartemen, namun saat melewati gedung apartemen sebelah.
Aku melihat laki-laki benang merah berjalan tergesa-gesa keluar. Saat laki-laki
benang merah itu sedang mengambil ponselnya dari saku mantel, aku melihat
sesuatu yang terjatuh namun sepertinya laki-laki itu tidak menyadarinya.
Aku berlari kecil dan mencoba memanggil laki-laki itu
dengan membawa dompet yang tadi jatuh.
Tapi aku semakin merasakan dingin yang teramat, kepalaku menjadi pusing dan
yang aku tahu semuanya menjadi gelap.
***
Aku membuka mata dan merasakan hangat nyaman ketika aku
tertidur. Aku baru sadar bahwa ini bukan kamarku, aku bingung dan mencoba
bangun. Aku mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan ini dan terlihat disana
seorang laki-laki mengenakan sweater cokelat memunggungiku.
Laki-laki itu berbalik dan betapa terkejutnya aku ketika
mengetahui bahwa dia adalah si benang merah itu. “Kau baik-baik saja?” dia
menanyakan keadaanku dan memberikan cokelat panas. Aku gugup dan hanya bisa
mengangguk.
Suasana disini malah menjadi canggung, aku bingung harus
berbicara apa. Aku kemudian pamit pulang dan dia bersikeras mengantarkanku.
Sesampainya di depan apartemen, Chen (nama laki-laki itu) terlihat terkejut.
Aku tahu, dia pasti terkejut karena bukan kekasihnya yang tinggal di
apartemenku, tapi aku.
Aku menjelaskan bahwa setiap malam, aku selalu mendengarkan
apa yang dia bicarakan. Namun anahnya dia tidak marah atau membenciku. Sejak
kejadian itu aku dan Chen menjadi semakin dekat. Bahkan setiap malam kami
selalu berkomunikasi dengan kaleng benang merah itu, walau benang itu beberapa
kali terputus dan kami menggantinya.
Image source edited by me |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar