Selasa, 07 April 2015

[CERPEN] Red Line Love

Diikutkan Dalam Lomba Cerpen ‘Endless Love’

Ketika aku bangun, apartemenku dalam keadaan gelap, aku menghidupkan lampu tidur yang ada di sebelah ranjang. Waktu ternyata menunjukkan pukul 22.00 malam, aku tertidur sejak jam 5 sore tadi setelah menata barang di apartemen baru. Aku akhirnya membuat mie instan karena aku kelaparan, aku merasa bahwa saat ini aku tidak bisa tidur. Mungkin karena aku sudah tidur beberapa jam tadi.
Aku membuka pintu menuju balkon apartemen, angin malam sangat dingin sekali. Aku kembali masuk untuk mengambil jaket lalu kembali ke balkon. Pemandangan dari balkon apartemenku sangat biasa, hanya ada gedung apartemen yang bersebelahan dengan gedung yang aku tempati yang jaraknya tidak terlalu jauh.
Malam sudah semakin larut tapi aku juga masih belum bisa tidur, aku putuskan untuk membaca novel yang belum sempat aku selesaikan. Hanya aku baca beberapa lembar dan aku malah malas untuk meneruskannya. Alhasil, aku hanya duduk berdiam diri di balkon. Membosankan. Tak sengaja aku menemukan sebuah kaleng yang tergeletak di lantai balkon. Aku mengambilnya berniat untuk membuang kaleng itu. Namun saat aku berjongkok memegang kaleng, aku merasakan tarikan yang membuatku berjengit. Ternyata keleng yang aku pegang terhubung dengan benang merah, seperti alat komunikasi jaman dulu. Aku merasakan kaleng itu tertarik lagi.
Entah inisiatif dari mana, aku malah menempelkan kaleng itu di telingaku, awalanya memang tidak ada suara apapun. Tapi beberapa detik kemudian aku mendengarkan sebuah suara seorang laki-laki.
“Aku merindukanmu” untuk beberapa saat hanya itu yang aku dengar, tapi tidak lama kemudian suara itu terdengar lagi.
“Kau ada disitu kan? Aku tadi tidak sengaja melihatmu dari jendela.” Aku bingung. Apa laki-laki ini mengenalku? Sebenarnya untuk apa kaleng ini ada disini? Untuk berkomunikasi?
Aku masih belum melepaskan kaleng itu dari telingaku ketika suara itu terdengar lagi. “Aku tahu kau tidak akan menjawabku...selamat malam, selamat tidur.” Lalu tidak terdengar suara lagi. Aku masih memegang kaleng itu dan berdiri perlahan melihat balkon gedung apartemen sebelah dan hanya melihat pintu yang baru saja tertutup. Aku tidak jadi membuang kaleng itu dan masuk ke kamar mencoba tidur.
***
Pagi-pagi sekali aku tiba-tiba ingin membersihkan apartemenku, aku sangat suka sekali dengan kebersihan. Aku membersihkan kaca jendela bagian dalam, saat itu juga aku melihat seorang laki-laki yang muncul dari pintu balkon apartemen gedung sebelah yang berhadapan lurus dengan apartemenku.
Laki-laki itu menggunkan kaos putih dengan rambut yang masih berantakan, namun menurutku dia tampan. Ia kemudian mengambil sesuatu yang sepertinya kaleng lalu mendekatkannya di bibirnya. Aku menjadi teringat, apakah dia laki-laki yang tadi malam bicara itu? Pria itu kemudian berolahraga sebentar dan kembali masuk ke apartemennya. Aku melanjutkan kegiatan membersihkan kaca jendela yang sempat terhenti.
Saat malam tiba aku duduk di lantai balkon, sebenarnya aku juga tidak tahu apa yang aku lakukan, tapi hampir sejak beberapa minggu aku selalu mendengarkan apa yang laki-laki benang merah (aku menjuluki laki-laki gedung sebelah) itu katakan setiap malam.
Dia bilang, dia merindukan kekasihnya setiap hari. Entah kenapa mendengar suaranya setiap malam dan melihat wajahnya setiap pagi membuatku menyukainya. Saat ini sudah semakin malam dan juga udara semakin dingin, mungkin sebentar lagi akan turun salju karena memang sudah memasuki musim salju. Aku berjalan sambil merapatkan mantelku untuk menghalang dinginnya malam.
Karena terlalu lama berada di balkon tadi malam, membuatku harus merasakan pusing yang teramat di kepalaku. Sepertinya aku akan terkena flu, ini menyebalkan sekali. Aku mengambil mantel dan keluar untuk mencari obat.
Setelah sampai di depan apartemen ternyata turun salju, aku segera memakai sarung tangan dan topi rajutku. Aku membeli obat di apotik dan cepat-cepat kembali ke apartemen, namun saat melewati gedung apartemen sebelah. Aku melihat laki-laki benang merah berjalan tergesa-gesa keluar. Saat laki-laki benang merah itu sedang mengambil ponselnya dari saku mantel, aku melihat sesuatu yang terjatuh namun sepertinya laki-laki itu tidak menyadarinya.
Aku berlari kecil dan mencoba memanggil laki-laki itu dengan membawa dompet yang  tadi jatuh. Tapi aku semakin merasakan dingin yang teramat, kepalaku menjadi pusing dan yang aku tahu semuanya menjadi gelap.
***
Aku membuka mata dan merasakan hangat nyaman ketika aku tertidur. Aku baru sadar bahwa ini bukan kamarku, aku bingung dan mencoba bangun. Aku mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan ini dan terlihat disana seorang laki-laki mengenakan sweater cokelat memunggungiku.
Laki-laki itu berbalik dan betapa terkejutnya aku ketika mengetahui bahwa dia adalah si benang merah itu. “Kau baik-baik saja?” dia menanyakan keadaanku dan memberikan cokelat panas. Aku gugup dan hanya bisa mengangguk.
Suasana disini malah menjadi canggung, aku bingung harus berbicara apa. Aku kemudian pamit pulang dan dia bersikeras mengantarkanku. Sesampainya di depan apartemen, Chen (nama laki-laki itu) terlihat terkejut. Aku tahu, dia pasti terkejut karena bukan kekasihnya yang tinggal di apartemenku, tapi aku.
Aku menjelaskan bahwa setiap malam, aku selalu mendengarkan apa yang dia bicarakan. Namun anahnya dia tidak marah atau membenciku. Sejak kejadian itu aku dan Chen menjadi semakin dekat. Bahkan setiap malam kami selalu berkomunikasi dengan kaleng benang merah itu, walau benang itu beberapa kali terputus dan kami menggantinya.
Image source edited by me


Tidak ada komentar:

Posting Komentar